Kamis, 29 Agustus 2013

Pendakian Gunung Merbabu 3145 mdpl - Jalur Kopeng

Untuk postingan kali ini, Wopala akan menceritakan sedikit pengalamannya menggapai impian di puncak gunung Merbabu. Rekan dan sobat Wopala sangat antusias sekali ingin segera bercengkrama di alam bebasnya dengan pemandangan yg tentunya sangat luar biasa. Tepatnya pada tahun 2012 kami memutuskan untuk pergi kesana. Kami berangkat 6 orang, yaitu Awe, Adhe, Andrie, Ajie, Erwin dan Madhon, keenam pemuda ini memang memiliki hobi yang sama, yaitu hobi mendaki gunung. Banyak yang bilang, Kegiatan kami ini sia sialah, kurang kerjaan lah, tapi bagi kami, mendaki gunung adalah segalanya.

Setelah semua setuju, kamipun memutuskan tanggal berangkatnya, dan kami berangkat menggunakan sepeda motor, dengan alasan lebih irit, hehehee, disamping irit, berkendara juga sangat mempersingkat waktu tentunya, karena kebanyakan dari kami memang sudah bekerja, jadi perlu cermat dalam memilih waktu dan hari. Berkumpul di rumah bulek Tum, yang memang menjadi tempat kami nongkrong, kamipun menyiapkan semua peralatan dari tas gunung hingga logistik.

Tujuan kami adalah gunung Merbabu, dengan jalur kopeng sebagai jalur pendakiannya, sebelum petang kamipun sampai di desa Thekelan kec batur yang terletak di kab. Semarang. dari pos pendakian kompas kami berencana naik sore dan malam hari. kami memang sudah terbiasa mendaki pada malam hari, tujuan yang pertama adalah manajemen air, karena praktis mendaki pada malam hari lebih irit air ketimbang saat terik matahari.
Masyarakat di sekitar Merbabu mayoritas beragama Budha sehingga akan kami temui beberapa Vihara di sekitar Kopeng. Penduduk sering melakukan meditasi atau bertapa dan banyak tempat-tempat menuju puncak yang dikeramatkan. Pantangan bagi pendaki untuk tidak buang air di Watu Gubug dan sekitar Kawah. Juga pendaki tidak diperkenankan mengenakan pakaian warna merah dan hijau.
Pada tahun baru jawa 1 suro penduduk melakukan upacara tradisional di kawah Gn. Merbabu. Pada bulan Sapar penduduk Selo (lereng Selatan Merbabu) mengadakan upacara tradisional. Anak-anak wanita di desa tekelan dibiarkan berambut gimbal untuk melindungi diri dan agar memperoleh keselamatan. Perjalanan dari Pos Tekelan yang berada di tengah perkampungan penduduk, dimulai dengan melewati kebun penduduk dan hutan pinus. Dari sini kami dapat menyaksikan pemandangan yang sangat indah ke arah gunung Telomoyo dan Rawa Pening.
Di Pos Pending kita dapat menemukan mata air, juga kita akan menemukan sungai kecil (Kali Sowo). Sebelum mencapai Pos I kita akan melewati Pereng Putih kita harus berhati-hati karena sangat terjal. Kemudian kita melewati sungai kering, dari sini pemandangan sangat indah ke bawah melihat kota Salatiga terutama di malam hari.
Dari Pos I kita akan melewati hutan campuran menuju Pos II, menuju Pos III jalur mulai terbuka dan jalan mulai menanjak curam. Kita mendaki gunung Pertapan, hempasan angin yang kencang sangat terasa, apalagi berada di tempat terbuka. Kita dapat berlindung di Watu Gubug, sebuah batu berlobang yang dapat dimasuki 5 orang. Konon merupakan pintu gerbang menuju kerajaan makhluk ghaib.
Bila ada badai sebaiknya tidak melanjutkan perjalanan karena sangat berbahaya. Mendekati pos empat kita mendaki Gn. Watu tulis jalur agak curam dan banyak pasir maupun kerikil kecil sehingga licin, angin kencang membawa debu dan pasir sehingga harus siap menutup mata bila ada angin kencang. Pos IV yang berada di puncak Gn. Watu Tulis dengan ketinggian mencapai 2.896 mdpl ini, disebut juga Pos Pemancar karena di puncaknya terdapat sebuah Pemancar Radio. dan kami memutuskan untuk mendirikan tenda di pos IV pemancar.
Menuju Pos V jalur menurun, pos ini dikelilingi bukit dan tebing yang indah. Kita dapat turun menuju kawah Condrodimuko. Dan di sini terdapat mata air, bedakan antara air minum dan air belerang.
Perjalanan dilanjutkan dengan melewati tanjakan yang sangat terjal serta jurang di sisi kiri dan kanannya. Tanjakan ini dinamakan Jembatan Setan. Kemudian kita akan sampai di persimpangan, ke kiri menuju Puncak Syarif (Gunung Pregodalem) dan ke kanan menuju puncak Kenteng Songo ( Gunung Kenteng Songo) yang memanjang.
Dari puncak Kenteng songo kita dapat memandang Gn.Merapi dengan puncaknya yang mengepulkan asap setiap saat, nampak dekat sekali. Ke arah barat tampak Gn.Sumbing dan Sundoro yang kelihatan sangat jelas dan indah, seolah-olah menantang untuk di daki. Lebih dekat lagi tampak Gn.Telomoyo dan Gn.Ungaran. Dari kejauhan ke arah timur tampak Gn.Lawu dengan puncaknya yang memanjang.
Menuju Puncak Kenteng Songo ini jalurnya sangat berbahaya, selain sempit hanya berkisar 1 meter lebarnya dengan sisi kiri kanan jurang bebatuan tanpa pohon, juga angin sangat kencang siap mendorong kita setiap saat. Di puncak ini terdapat batu kenteng / lumpang / berlubang dengan jumlah 9 menurut penglihatan paranormal.
Akhirnya kami sampai puncak, Alhamdulillah...sujud syukur padamu ya Rabb, kami menghabiskan waktu agak lama, dengan memasak ubi dan singkong untuk makan siang, kasian sekali, hahahhaha..., dan ada sebagian rombongan yang suka juga dengan masakan kami, kamipun ngobrol dan berbagi cerita dengan mereka, setelah puas dan cuaca yang mulai kurang bersahabat, kami memutuskan untuk turun gunung, dan mengejar waktu sebelum petang. banyak dari kami yang mengalami cedera kaki, tapi itu tidak membuat kami patah arang,  akhirnya kamipun sampai di pos pendakian Merbabu - Kompas, dan memutuskan untuk menginap semalam, sembari mengendorkan otot yang menegang karena kecapaian,.

Pagi harinya kami melanjutkan perjalanan ke Semarang, Pengalaman yang luar biasa bagi kami, semoga dapat menjadi pelajaran untuk kita semua, mendaki gunung itu indah kawan..

WOPALA - LUAR BIASA.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar